Residu jadi tantangan “drop box” bagi pemangku ekonomi berkelanjutan

Residu atau limbah menjadi salah satu tantangan besar bagi pemangku ekonomi berkelanjutan di Indonesia. Tidak hanya merugikan lingkungan, namun juga berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan menimbulkan masalah ekonomi yang serius.

Salah satu contoh permasalahan residu yang cukup meresahkan adalah “drop box” atau kotak pengumpulan barang bekas yang biasa ditemui di berbagai tempat seperti pusat perbelanjaan, kantor, atau sekolah. Meskipun tujuannya baik yaitu untuk mendaur ulang barang bekas, namun seringkali drop box ini justru menjadi tempat pembuangan sampah sembarangan.

Akibat dari penyalahgunaan drop box ini, residu yang terkumpul menjadi tidak terkelola dengan baik. Banyak barang bekas yang seharusnya bisa didaur ulang namun malah terbuang sia-sia ke tempat pembuangan sampah. Hal ini tentu saja merugikan bagi lingkungan karena meningkatkan volume sampah yang harus diolah, serta merugikan ekonomi karena peluang untuk mendaur ulang barang bekas menjadi terbuang.

Pemangku ekonomi berkelanjutan seperti pemerintah, perusahaan, dan masyarakat perlu bekerja sama dalam mengatasi masalah residu ini. Pemerintah perlu memberikan regulasi yang ketat terkait pengelolaan limbah serta memberikan insentif bagi perusahaan yang melakukan daur ulang barang bekas. Perusahaan juga perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah dengan baik, serta mengembangkan inovasi dalam mengolah residu menjadi produk yang bernilai ekonomis.

Selain itu, masyarakat juga perlu turut serta dalam mengatasi masalah residu dengan cara memilah sampah sejak dari sumber, mengurangi penggunaan barang sekali pakai, dan mendukung program daur ulang yang ada. Dengan kerjasama yang baik antara pemangku ekonomi berkelanjutan, diharapkan masalah residu seperti drop box dapat diminimalisir dan lingkungan serta ekonomi dapat terjaga dengan baik.